TEKS EKSPOSISI TENTANG PERPINDAHAN IBU KOTA
PERPINDAHAN IBU KOTA
ada 7 masalah yang terjadi tentang perpindahan ibu kota:1. Penduduk Jawa terlalu padatSurvei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menyebutkan, sebesar 56,56 persen masyarakat Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Sementara di pulau lainnya, persentasenya kurang dari 10 persen, kecuali pulau Sumatera. Baca juga: Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara di Mata Sutiyoso, Ahok, dan Djarot Penduduk Sumatera sebesar 21,78 persen dari keseluruhan masyarakat Indonesia, atau sebanyak 56.932.400 jiwa. Di Kalimantan, persentase penduduk Indonesia hanya 6,05 persen atau 15.801.800 jiwa. Di Sulawesi, persentase penduduk Indonesia sebesar 7,33 persen atau 19.149.500 jiwa. Di Bali dan Nusa Tenggara, penduduknya sebanyak 14.540.600 jiwa atau 5,56 persennya penduduk Indonesia. Baca juga: Beberapa Poin Penting Pernyataan Jokowi soal Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur Sementara di Maluku dan Papua memiliki persentase paling kecil, yakni 2,72 persen atau 7.103.500 jiwa.2. Kontribusi ekonomi
terhadap PDB Alasan keduanya adalah kontribusi ekonomi pulau pulau terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia atau Produk Domestik Bruto (PDB), sangat mendominasi. Sementara pulau lainnya jauh tertinggal. Jokowi ingin menghapuskan istilah "Jawasentris" sehingga kontribusi ekonomi di pulau lain juga harus digenjot. Baca juga: Menteri Basuki: Ibu Kota Baru di Luar Bukit Soeharto Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, kontribusi ekonomi terhadap PDB di pulau Jawa sebesar 58,49 persen. Sebanyak 20,85 persen di antaranya disumbang oleh Jabodetabek. Sementara pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa sebesar 5,61 persen. Di Sumatera, kontribusi ekonominya sebesar 21,66 persen dengan pertumbuhan 4,3 persen. Adapun di Kalimantan, kontribusi ekonominya sebesar 8,2 persen dengan pertumbuhan ekonomi 4,33 persen. Baca juga: Regulasi Pemindahan Ibu Kota di DPR, Bakal Bentuk Pansus hingga Masuk Prolegnas Di Sulawesi, kontribusinya hanya 6,11 persen. Namun, perrumbuhan ekonominya paling tinggi, yakni 6,99 persen. Di Bali dan Nusa Tenggara, kontribusinya 3,11 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,73 persen. Di Maluku dan Papua, berkontribusi sebesar 2,43 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,89 persen. 3. Krisis ketersediaan air
Ketersediaan air bersih menjadi salah satu concern pemerintah dalam menentukan lokasi ibu kota baru. Baca juga: Beberapa Poin Penting Pernyataan Jokowi soal Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur Pulau Jawa, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2016, mengalami krisis air yang cukup parah. Ada daerah yang termasuk indikator berwarna kuning yang artinya mengalami tekanan ketersediaan air, seperti di wilayah Jawa Tengah. Di wilayah Jawa Timur, indikatornya berwarna oranye yang artinya ada kelangkaan air. Sementara di wilayah Jabodetabek, indikatornya merah atau terjadi kelangkaan mutlak. Baca juga: Kalimantan Timur Ibu Kota Baru, Luasnya Hampir 3 Kali DKI, Alasan Pindah hingga Pembiayaan Hanya sebagian kecil di pulau Jawa yang memiliki indikator hijau atau ketersediaan airnya masih sehat, yakni di wilayah Gunung Salak hingga Ujung Kulon.
4. Konversi lahan di Jawamendominasi Hasil modelling KLHS Bappenas 2019 menunjukkan, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa. Proporsi konsumsi lahan terbangun di pulau Jawa mendominasi, bahkan mencapai lima kali lipat dari Kalimantan. Pada 2000, proporsi lahan terbangun di Jawa sebesar 48,41 persen. Kemudian berkurang menjadi 46,49 persen pada 2010. Baca juga: Soal Ibu Kota Baru, Pemerintah Diminta Antisipasi Arus Urbanisasi Diprediksi, lahan terbangun di Jawa pada 2020 dan 2030 sebesar 44,64 dan 42,79 persen menyusul rencana pemindahan ibu kota. Di Kalimantan, keterbangunan lahannya sebesar 9,29 persen pada 2010. Proporsi lahan terbangun di Kalimantan diprediksi meningkat pada 2020 menjadi 10,18 persen dan 11,08 persen pada 2030. Sementara di Sumatera, proporsi lahan terbangunnya sebesar 32,54 persen pada 2010. Diprediksi, pembangunannya terus meningkat pada 2020 sebesar 32,71 persen dan pada 2030 sebesar 32,87 persen. Adapun di Sulawesi, proporsi lahan terbangunnya sebesar 4,88 persen pada 2010. Kemudian, diprediksi terus bertumbuh menjadi 5,42 persen pada 2020 dan 5,96 persen pada 2030.Lahan kosong yang masih luas
Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa letak calon ibu kota adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara.
Pada lokasi yang dipilih oleh pemerintah, negara sudah menguasai lahan sebesar 180 hektar. Hal ini mempermudah proses pemindahan ibu kota karena tidak perlu lagi mengurus prosedur pengambilalihan lahan.

5.Minim gempaMenurut penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Kalimantan tidak ada risiko bencana gempa bumi dan tsunami. Faktor ini sangat penting, karena sebagai pusat pemerintahan, kerusakan akibat bencana alam harus bisa dicegah.Baik Kalimantan Timur maupun Tengah, merupakan area aman bencana jika dibandingkan dengan Jakarta, atau bahkan Pulau Jawa pada umumnya.Selain itu, terganggunya kinerja pemerintah karena masalah banjir, seperti yang terjadi di Jakarta, bisa dihindari.6.Posisi strategisPulau Kalimantan berada di tengah jajaran pulau di Indonesia. Ini artinya, koordinasi untuk pembangunan ke wilayah barat atau timur Indonesia bisa berjalan lebih efektif.Pengiriman delegasi ke berbagai daerah juga bisa lebih mudah dan cepat jika lokasi pusat pemerintahan lebih strategis. Artinya, biaya perjalanan dinas ke daerah-daerah bisa jadi lebih murah.Pun bagi delegasi dari daerah-daerah lain, terutama Indonesia Timur, dapat mengunjungi pusat pemerintahan dengan lebih cepat. Saat ini memang agak sulit mencari penerbangan langsung dari Papua ke area Kalimantan. Namun, dengan adanya perpindahan ibu kota, rute dari kota-kota di Kalimantan ke berbagai daerah, bahkan luar negeri, bisa dibuka.7.Pemerataan ekonomiSelama ini, pembangunan terkesan hanya berpusat di Pulau Jawa saja. Dengan adanya pemindahan pusat pemerintahan, diharapkan pembangunan akan jadi lebih merata. Nantinya juga akan berakibat pada pemerataan penduduk serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat.Ide mengenai pengurangan beban untuk pulau Jawa juga sudah lama direncanakan.Pembukaan area baru juga bisa menarik banyak investor ke pulau-pulau lain di luar Jawa. Dengan demikian, lapangan pekerjaan akan terbuka makin luas bagi daerah-daerah lain. Diharapkan dengan makin banyak investor yang menanamkan modal di luar Jawa, mobilisasi penduduk ke Jakarta, Bandung, Surabaya bisa berkurang.
jangan copy paste langsung dari internet. tapi dibaca dulu kemudian dibuat paragraf nya sesuaikan dengan struktur nya. jadi tetap hasil tulisan sendiri, bukan jiplakan langsung dari internet. Ulang ya!
BalasHapus